Hati Yang Berkarat

Kemarin saya menegur (baca: mengingatkan) kontraktor pelaksana yang meletakkan/menyimpan besi beton yang bersentuhan langsung dengan tanah dan dibiarkan begitu saja di alam terbuka tanpa ditutupi atau diberi pelindung. Karena khawatir akan terjadi korosi (padahal dalam spek teknisnya sudah jelas kok). waktu ditegur dia berkilah dengan nada yang sedikit ditinggikan "Pul, kita ini so 28 tahun da kerja besi, nda mungkin mo bakarat kalo cuma bagitu". ☺ (Kolo di translate dalam dalam bahasa Kaidipang ☺ kira-kira artinya begini: Pul, Saya sudah 28 tahun bekerja dengan besi, tidak mungkin berkarat dalam kondisi seperti itu), dan saya cuma bisa bilang "maaf pak, saya memang anak kemarin sore di dunia konstruksi ini, dan masih harus belajar banyak dari bapak yang jauh lebih berpengalaman, tapi kewajiban saya mengingatkan apa yang ada dalam spek teknis dan kontrak yang telah disepakati bersama".

Sehari sebelumnya saya mengantar keluarga yg akan menunaikan ibadah haji. Dalam sempitnya pengetahuan saya tentang agama ini, yang saya pahami bahwa syariat Azan dilakukan untuk memanggil orang melaksanakan sholat berjamaah. Namun apa yg saya saksikan saat itu syariat azan digunakan sebagai sebuah ritual untuk mengantar jamaah haji menuju tanah suci. Dalam hati saya bertanya, apakah memang ada ketetapan syariat dalam agama yang saya yakini ini bahwa azan menjadi pengantar orang melakukan safar menunaikan ibadah haji?

Kondisi seperti ini banyak terjadi dilingkungan sekitar kita. Kesalahan yang dilakukan oleh banyak orang akan tampak sebagai kebenaran, sementara kebenaran yang dilakukan oleh satu orang akan tampak sebagai sebuah kesalahan, yah... memang seperti itu, kesalahan yang dilakukan berulang-ulang akan dianggap sebagai sebuah kebenaran.

Terkadang kita lupa atau kurang menyadari bahwa semua yang kita lakukan berbenturan dengan norma yang ada serta peraturan yang mungkin telah kita sepakati bersama. kita kurang merenungi bahwa yang kita lakukan itu bukanlah merupakan hal yang benar, melainkan hal yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan yang belum tentu benar.

Tanyakan pada hati nurani kita masing-masing, akankah kita terus begini terhanyut dalam kebiasaan yang belum tentu benar tanpa ada usaha untuk mendalami dan mencari sesuatu yang benar, sampai akhirnya hati kita menjadi berkarat. Saya sadar bahwa saya bukanlah orang yang sudah selalu benar, namun.... marilah kita saling mengingatkan dalam kebenaran, demi terwujutnya kebenaran yang hakiki dan bukan kebiasaan yang dibenar-benarkan. Kalo kata guru ngaji saya:
"BIASAKAN YANG BENAR BUKAN MEMBENARKAN YANG BIASA"
Wallahu a'lam bishawab.
Next Post
3 Comments
  • mahbub ikhsan
    mahbub ikhsan 17 Agustus 2017 pukul 09.31

    Ysng lebih parah lagi kalau itu semua sudah menjadi adat gan.

  • Sesuapnasi
    Sesuapnasi 17 Agustus 2017 pukul 14.11

    klo di jawa itu namanya ndableg mas..hehhe..

    Salam Inspirasi,
    Sesuapnasi

  • Stiker Jalingkut
    Stiker Jalingkut 10 September 2017 pukul 12.22

    has sob slm kenl trmakasih banyak infonya.
    klu d waktu flowbck ya sob hehehe

Add Comment
comment url